DPR Harap RUU Pertanahan Bisa Selesai Di Masa Sidang 2013

13-02-2013 / KOMISI II

Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertanahan) diharapkan bisa disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR di masa persidangan tahun 2013 . Diharapkan, di tahun 2014, UU Pertanahan sudah bisa diimplementasikan. Sebab, DPR beranggapan kehadiran UU Pertanahan nantinya bisa menjadi solusi bagi berbagai masalah pertanahan di Indonesia.

Demikian mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR dengan sejumlah pakar agraria di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/2). Adapun pakar agraria yang diundang dalam RDPU Komisi II DPR antara lain, Prof Maria SW Sumardjono (UGM), Prof Arie Sukanti Hutagalung (UI), Prof Dr Nurhasan Ismail (UGM) dan Dr Kurnia Warman (Universitas Andalas).

Menurut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja, RUU tentang pertanahan ini merupakan RUU inisiatif DPR yang sudah dirumuskan sejak tahun 2012. RUU ini bila sudah menjadi undang-undang bertujuan untuk menggantikan sekaligus memperbarui UU Pokok Agraria No 50 tahun 1960 yang sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi masalah pertanahan di zaman sekarang," kata Hakam Naja.

Hakam Naja mengatakan, RUU Pertanahan merupakan sebuah peraturan teknis. Namun, tidak banyak kepentingan politik di situ. "Maka, pembahasan RUU Pertanahan tersebut juga bisa lebih cepat dibandingkan yang lain," ujarnya.

Menurut dia, dalam RUU Pertanahan akan dibahas dan diatur cara penanganan terhadap sengketa tanah yang terjadi antara masyarakat, badan usaha, instansi pemerintahan, dan negara.

"Dengan maraknya konflik dan persengketaan tanah di beberapa daerah, baik antara masyarakat dengan perkebunan, pertambangan, atau lembaga tertentu maka diperlukan undang-undang pertanahan sevagai solusi untuk hal-hal seperti itu," katanya.

Selanjutnya, dia mengatakan UU Pertanahan itu nantinya dapat menjadi penghubung antara undang-undang sektoral yang terkait dengan pertanahan, seperti undang-undang tentang pertanian, kehutanan, pertambangan, dan tanah untuk pembangunan jalan.

"Dalam hal ini UU Pertanahan berfungsi menjembatani antara undang-undang sektoral yang satu dengan yang lain, tentunya yang berhubungan dengan soal pertanahan," katanya.

Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) menambahkan, dalam RUU Pertanahan yang sedang dirumuskan itu, Komisi II DPR juga akan mengatur mengenai jumlah luas tanah yang akan diberikan dalam Hak Guna Usaha suatu perusahaan dan posisi masyarakat dalam hal itu.

"Ini sedang kami coba rumuskan dalam pembahasan RUU Pertanahan sehingga nanti ada kejelasan regulasi tentang HGU, dan pengaturan nanti tidak cukup hanya dengan SK menteri," jelasnya.

"Karena bila hanya dengan SK menteri, peraturan bisa menjadi sangat fleksibel. Kalau seorang menteri bisa mengubah HGU hingga sebuah perusahaan dapat menguasai ratusan ribu hektar tanah, ini kan melanggar prinsip keadilan," lanjutnya.

Selain itu, dia menyampaikan UU Pertanahan juga terkait dengan pemanfaatan tanah bagi kesejahteraan rakyat, dimana tanah-tanah yang terlantar dan tidak dimanfaatkan akan dapat diambil alih oleh negara untuk diredistribusikan kepada masyarakat, khususnya bagi para petani dan orang-orang yang tidak mempunyai tanah untuk mendirikan tempat tinggal.

Namun, dia mengatakan tanah yang diberikan oleh negara kepada masyarakat tersebut tidak dapat dipindah tangan ataupun diperjualbelikan kembali. "Dalam UU Pertanahan akan kami upayakan petani dan masyarakat dapat mengoptimalkan penggunaan tanah. Jadi, masyarakat tidak lagi memiliki tanah pemberian negara itu hanya untuk diperjualbelikan lagi atau disewakan," kata Hamka Naja.

Sementara itu guru besar hukum agrarian dari UI Prof Arie Sukanti Hutagalung mengatakan, sejumlah hal perlu dicermati oleh Komisi II DPR dalam kelanjutan Naskah Akademik RUU Pertanahan tersebut. Antara lain, sifat keperdataan dari hak-hak atas tanah, perlu diatur lebih lanjut.

Kasus yang sering terjadi, kata Arie, adalah lepasnya hak pemilikan seseorang karena hambatan birokrasi dalam pengurusan tanah. Misalnya, pengurusan perpanjangan HGB (Hak Guna Bangunan) harus dilakukan dua tahun sebelum masa berlaku habis. Seseorang sudah mengikuti aturan itu. Tapi, ternyata, perpanjangan tersebut baru diterbitkan delapan tahun setelah itu.

“Sebelum perpanjangan tersebut diberikan, bisa saja tanah tersebut lalu diambil oleh negara karena HGB-nya dianggap tidak diperpanjang. Seperti yang terjadi dalam kasus Hambalang. Kalau seperti itu yang terjadi, siapa sebenarnya yang bersalah?” kata Arie.

“Jadi, ketentuan tentang hak milik tanah, sebaiknya diatur lebih jelas dan rinci dalam Naskah Akademik RUU Pertanahan,”lanjutnya.

Seperti diketahui, salah satu tujuanRUU ini bertujuan untuk menggantikan sekaligus memperbarui UU Pokok Agraria (PA) No 50 tahun 1960 yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

 Menurut guru besar hukum agraria dari UGM Prof Maria SW Sumardjono, pada saat penerbitan UU PA pada masa itu masalah berkenaan dengan sumber daya agraria selain tanah belum merupakan hal yang strategis. “Di samping itu masalah berkenaan dengan penanaman modal dan konflik penguasaan serta pemanfaatan sumber daya agraria belum diantisipasi,” katanya.

Sementara itu anggota Komisi II DPR dari FPKS Gamari Sutrisno mengusulkan naskah akademik dan draft RUU Pertanahan yang saat ini dirumuskan oleh Tim Asistensi DPR juga menyertakan masukan dan pandangan dari pakar hukum agraria. “Waktu pertemuan di Yogyakarta saya juga sudah sampaikan bahwa narasumber yang ahli akademis dan praktis soal ini bisa dipakai untuk memberi masukan RUU ini untuk naskah akademik dan draft RUU nya. Biar semua ini cepat rampung pembahasannya,” kata Gamari.(nt), foto : wy/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...